Sabtu, 13 September 2014

Malaikat tak Bersayap “IBU”



Bismillahirrahmanirrahim...
Coretan Indah dariku untuk Malaikat tak Bersayap “IBU”

            Aku Bukan seorang penulis berbakat, bukan juga seorang puitis yang bisa memadukan kata-kata indah dengan sejuta makna, namun keinginan hati yang mendorongku untuk merangkai kata demi kata, kalimat demi kalimat sebagai isi hatiku untuk seseorang yang begitu sempurna di mataku tanpa celah apapun “IBUKU”
            Aku, sosok yang jauh dari kesempurnaan yang telah dilahirkan oleh sosok yang begitu Luar Biasa, yahh Ibuku. Ibu yang rela berkeringat melahirkanku ke semesta yang indah, berjuang antara hidup dan mati hanya untuk bisa menghadirkanku di dunia ini tepatnya 17 tahun yang lalu........
            Sekarang, aku telah beranjak dewasa, namun hingga saat ini pun aku sadar begitu banyak kenakalan, kesalahan dan bantahan ketika engkau menasehatiku yang sengaja atau tak sengaja menguras air matamu. Namu apa yang telah aku lakukan untuk Ibu ?? pernah kah aku membahagaiakan Ibu ??? atau hanya terus menerus membuat Ibu bersedih ?? membuat Ibu menangis ?? itukah yang bisa kulakukan membalas semua jasa-jasa Ibu selama ini :
            1. Tepatnya 17 tahun yang lalu, waktu itu, dengan rasa pilu dan sakit, engkau mengandug dan             melahirkanku. Engkau rela mempertaruhkan nyawamu, dengan seluruh nafas dan rasa sakit             luar biasa, seolah-olah engkau berada di tengah-tengah jurang maut. Demi aku, engkau hadapi rintangan itu. Tapi semua itu tak berarti dengan hadirnya aku, mengobati semua rasa sakit        yang engkau rasakan ketika mengandung dan melahirkanku
            2. Ketika aku bayi, menangis di tengah malam betapa susahnya Ibu begadang, memberiku   ASI, mengganti popok, menjagaku agar tetap terlindungi tanpa gigitan nyamuk,          menggosokkan minyak angin ke tubuhku, memberiku makan, menjagaku hingga aku terlelap     dan bangun di pagi hari, semua itu Ibu lakukan dengan ikhlas karena kasih sayang dan rasa   cinta Ibu padaku.
            3. Ketika aku memasuki usia anak-anak, Ibu dengan sabar melatihku berbicara, berdiri,        berjalan dan hingga akhirnya aku duduk di bangku sekolah. Namun tak sampai disitu, Ibu           dengan ikhlas, terbangun di pagi hari untuk menyiapkanku sarapan, memandikanku,           menyiapkan seragam sekolah, sepatu dan menantiku hingga pulang sekolah.
            4. Hingga sekarang, aku telah beranjak dewasa, menjadi sosok anak penyakitan. Namun      dengan ikhlas dan sabar Ibu merawatku, membawaku ke dokter tanpa memperdulikan   seberapa banyak biaya yang Ibu keluarkan hanya untuk kesembuhanku, karena bagi Ibu harta   tidak berarti dibanding kesemBuhanku. Bahkan ketika kondisiku benar-benar down, Ibu          ikhlas   dan rela begadang hanya untuk menjagaku, tanpa memperdulikan kesehatan Ibu.             Menjagaku       setiap hari tanpa memperdulikan pekerjaan Ibu yang terbengkalai hanya        karena merawatku             untuk kembali sembuh.
Banyak.. banyak.. dan masih banyaakkkk lagi pengorbanan Ibuu untukku :’(. Benar-benar diri ini tidak ada apa-apanya dibanding Ibu.
Ibu yang kini tak semuda dulu, maaf untuk kerutan di dahi dan di kantong matamu. Maaf untuk kelelahan dan kesabaran yang tiada habis.
            Maafkan aku Bu.. yang selama ini hanya bisa menuntutmu apa yang aku mau, dengan segala cara engkau harus menyediakannya, yang tak menghargai keringatmu, yang tidak menghargai tetes air matamu, yang tak menghargai setiap hela nafasmu, yang tidak peduli rasa lelahmu, yang pernah menghakimimu untuk kesalahan kecil yang engkau buat, yang selalu meluapkan rasa kesal kepadamu.
Maafkan aku Bu.. aku belum bisa membahagiakan Ibu. Namun aku berjanji pada Ibu, suatu hari nanti Aku akan menjadi sosok berguna yang bisa membahagiakan Ibu dan bisa Ibu banggakan !!
            Terimakasih Bu, untuk pengorbanan dan do’a yang selalu Ibu panjatkan untukku di setiap sujud Ibu.
Bu.. mungkin yang aku berikan hanya do’a-do’a di setiap sujudku agar Allah tetap melindungimu.
“Ya Rabb, kasihanilah Ibuku sebagaimana Ia mengasihiku sewaktu aku kecil” Aminn.
Semoga Allah menyayangimu Bu, sebagaimana engkau menyayangiku selama ini. Aminn.
Akuu sayang IBU :’) . Wassalam –Annisa Eka Handayani-



           

HIJABKU, Kewajibanku Ikhlas karena Tuhanku



Bismillahirrahmanirrahim.....
Wahai Ukhti..
Kalimat-kalimat yang saya rangkai ini merupakan wujud kekecewaan saya terhadap seseorang yang telah menghujat dengan apa yang telah saya niatkan sekarang ini “Istiqomah dengan Hijab Syar’i” .
                Kalimat ini saya rangkai agar kita semua mengetahui  bahwa berhijab Syar’i itu merupakan kewajiban kita sebagai seorang muslimah. Namun tentu saja, untuk istiqomah dalam berhjab Syar’i itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, mengapaaa ?? di tengah keadaan masyarakat kita sekarang  ini dengan adanya globalisasi dan modernisasi, hal itu mungkin bagi merekea merupakan sesuatu yang”sangat aneh”.
                Ini hanya berdasar pengalaman saya, ketika saya pertama kali menggunakannya dengan menutupi dada, semua mata kala itu akan memandang saya dengan tatapan yang sangat tidak biasa, bahkan untuk kesan pertama yang saya terima adalah ada yang mengatakan saya ini seorang istri teroris. Bagaimana bisa mereka mengatakan saya ini seorang istri teroris ?? Sementara saya masih mengenyam pendidikan di bangku SMA dan umur saya pun masih sangat muda “17 Tahun”. Jawabannya tentu saja adalah pakaian yang saya gunakan, bagi mereka mungkin terlihat tua, kampungan dan bahkan mengerikan. Tapi kala itu, saya hanya menganggap mereka hanya butuh pembiasaan. Namun tidak sampai disitu, ketika saya telah mencoba untuk mengenakannya setiap hari di luar rumah, apalagi yang saya dapatkan ??. seseorang bertanya kepada saya “Kenapa menggunakan jilbab yang seperti itu ??”, spontan saya menjawab “ini memang kewajiban saya” berdasar dengan apa yang telah saya baca. Tidak hanya itu dia kemudian melanjutkan “Ah untuk apa kamu mengenakan jilbab besar sperti ini jika hatimu pun belum kamu perbaiki ??, sebaiknya yang kamu tutupi hati kamu dulu sebelum kamu mengenakan jilbab seperti ini”. Kala itu hati saya benar-benar teriris, serasa dihantam dengan pukulan yang sangat keras, malu tentu iya. Saya kembali mencoba menjelaskan dengan tenang walaupun sebenarnya saat itu saya sudah dalam keadaan emosi “antara jilbab dan akhlak ada 2 hal yang berbeda, jilbab adalah semata-mata merupakan kewajiban seorang muslimah tanpa melihat baik / buruknya akhlak seseorang, sedangkan ahlak adalah kelakuan yang tergantung dari pribadi seseorang”. Namun jawaban yang dilontarkan lebih menggetarkan tubuh saya “ahh omong kosong” berlalu meninggalkan saya.
                Yah seperti itulah pemikiran manusia-manusia yang sudah menganggap diririnya paling benar bahwa jika melihat wanita yang berjilbab namun akhlaknya buruk, beranggapan wanita itu mengenakan jilbab hanya untuk menutupi kelakuan buruknya. Naudzubillah.......
Yaa ukhti, perlu kita ketahui jilbab itu hukumnya Wajib. Tidak ada tawar menawar dalam hal ini. Namun, terkadang jilbab dijadikan tolak ukur perilaku seseorang “Dia Berjilbab tap kelakuannya buruk”. Pertanyaan saya, kenapa menyalahkan jilbabnya ?? toh memakai jilbab sudah menutupi rambutnya dari pandangan kaum adam. Bukankah itu sudah menjalankan satu kewajiban.
                Poin yang ingin saya sampaikan adalah “Pakailah Jilbabmu seraya berniat untuk melakukan sesuatu hal yang wajib dari perintah Allah. Ambillah hal positif yang dilontarkan oleh orang-orang yang menghujat jilbamu dan mensangkut-pautkannya dengan akhlakmu. Jangan engkau memakai jilbab hanya untuk fashion belaka atau memakai jilbab untuk menutupi kejelakan sifatmu. Ikhlaslah memakai jilbab untuk kebaikan dirimu dan jadikan hijab sebagai kebutuhanmu, niscaya kelak kamu akan merasakan manfaat jilbabmu dan berubahlah akhakmu J. Karena untuk menjadi hamba Allah yang beriman dan bertaqwa melakukannya secara pertahap hingga akhirnya mencapa kesempurnaan J
Semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat untuk saudara-saudariku dan juga bernilai pahala di sisi Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin. Wassalam. –Annisa Eka Handayani-

Sabtu, 06 September 2014

Karya Ilmiah EKSISTENSI BUDAYA MACCERA’ TAPPARENG SEBAGAI BENTUK MENJAGA KELESTARIAN AIR DANAU TEMPE OLEH MASYARAKAT TANCUNG



EKSISTENSI BUDAYA MACCERA’ TAPPARENG SEBAGAI BENTUK MENJAGA KELESTARIAN AIR DANAU TEMPE OLEH MASYARAKAT TANCUNG
Penulis  : Annisa Eka Handayani
SMA NEGERI 1 MANIANGPAJO
Jalan Poros Pare No. 3 Anabanua

ABSTRAK

          Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat bergantung pada ketersediaan air di bumi. Bila musim kemarau tiba, banyak sumber air menjadi kering dan makhluk hidup terutama manusia menjadi kekurangan air. Tanpa manusia sadari, hal itu merupakan ulah dari perbuatan mereka sendiri yang merusak kelestarian sumber daya air. Namun beda dengan masyarakat Tancung, mereka sangat menjaga kelestarian air di daerahnya, hal itu dilakukan  dengan tetap melestarikan suatu budaya warisan leluhur mereka yakni Budaya Maccera’ Tappareng.
          Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan pemahaman masyarakat Bugis Tancung tentang Budaya Maccera’ Tappareng dan untuk mengetahui pengaruh pelestarian Budaya Maccera’ Tappareng dalam menjaga kelestarian air Danau Tempe oleh masyarakat Bugis Tancung.
          Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif, yang dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitik yang menggabungkan kombinasi data yang  dikumpulkan secara kuantitatif dan kualitatif
          Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebesar 81% responden menunjukkan sikap dan pengaruh yang tinggi dalam artian pelestarian budaya tersebut memberikan pengaruh yang positif terhadap upaya pelestarian sumber daya air. Sedangkan, 12% yang menunjukkan sikap dan pengaruh yang sedang. Dan 7% responden yang menunjukkan sikap dan pengaruh yang rendah terhadap pelestarian Budaya Maccera’ Tappareng ini.
          Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pelestarian Budaya Maccera’ Tappareng dalam kehidupaan masyarakat Tancung yang tegas, efektif dalam menekan dan mengekang keinginan masyarakat untuk melakukan tindakan perusakan air dapat ditekan dan memberikan pengaruh positif bagi  kelestarian dan ketersedian sumber daya air di Desa Tancung.



Kata Kunci : Budaya Maccera’ Tappareng








EKSISTENSI BUDAYA MACCERA’ TAPPARENG SEBAGAI BENTUK MENJAGA KELESTARIAN AIR DANAU TEMPE OLEH MASYARAKAT TANCUNG
Penulis : Annisa Eka Handayani
SMA NEGERI 1 MANIANGPAJO
Jalan Poros Pare No. 3 Anabanua

Ringkasan Makalah

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, kehidupan manusia tidak terlepas dari kebutuhan air, kebutuhan pun terus meningkat, dan menuntut ketersediaan air yang banyak pula. Sementara itu pencemaran air terus berlangsung, ancaman krisis air pun menghantui masa depan manusia. Yang tanpa mereka sadari adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri yang merusak kelestarian sumber daya air.. Namun nan jauh di sana, ternyata masih ada kawasan yang tetap menjaga kelestarian air dan sangat bertolak belakang dengan keadaan saat ini. Kawasan ini berada di Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, disana hidup dan menetap masyarakat adat Bugis Tancung.  Masyarakat adat Bugis Tancung ini menjaga sumber daya air secara lestari. Mereka melestarikan suatu budaya yang mereka yakini dapat menjaga kelestarian sumber daya air yang berada di kawasan mereka khususnya air yang berada di Danau Tempe, budaya itu adalah Budaya Maccera’ Tappareng. Namun bagaimanakah pengaruh pelestrain Budaya Maccera’ Tappareng dalam menjaga kelestarian air Danau Tempe, hal itulah yang melatarbelakangi kami melakukan penelitian ini.
Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah pengetahuan dan pemahaman masyarakat Bugis Tancung tentang  Budaya Maccera’ Tappareng ?
2.      Bagaimanakah pengaruh pelestarian Budaya Maccera’ Tappareng dalam menjaga kelestarian air Danau Tempe oleh masyarakat Bugis Tancung ?
Tujuan dan Sasaran
a.  Tujuan
1.     Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan pemahaman masyarakat Bugis Tancung tentang Budaya Maccera’ Tappareng.
2.     Untuk mengetahui pengaruh pelestarian Budaya Maccera’ Tappareng dalam menjaga kelestarian air Danau Tempe oleh masyarakat Bugis Tancung.
b.  Sasaran
     Adapun sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya data/informasi tentang kearifan lokal masyarakat Bugis Tancung dalam hal ini adalah pelestarian Budaya Maccera’ Tappareng di Desa Tancung yang dapat dijadikan solusi terhadap ketersediaan dan kelestarian sumber daya air di sana.
METODOLOGI PENELITIAN
      Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif, yang dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitik yang menggabungkan kombinasi data yang  dikumpulkan secara kuantitatif dan kualitatif
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN
      Sebesar 81% responden menunjukkan sikap dan pengaruh yang tinggi dalam artian responden menunjukkan sikap yang positif terhadap pelestarian Budaya Macera Tappareng. Dalam hal ini, pelestarian budaya tersebut memberikan pengaruh yang positif terhadap upaya pelestarian sumber daya air Danau Tempe. Sedangkan, 12% yang menunjukkan sikap dan pengaruh yang sedang. Dan 7% responden yang menunjukkan sikap dan pengaruh yang rendah terhadap pelestarian Budaya Maccera’ Tappareng ini.
KESIMPULAN
1.     Masyarakat Tancung sampai saat ini bertahan dan tetap melestarikan Budaya Maccera’ Tappareng dalam kehidupan masyarakat yang menunjukkan sikap sederhana, bersyukur, tidak berlebihan, serta penghormatan mereka terhadap paratiwi (penghuni air) yang senantiasa menjaga air, dikarenakan tumbuhnya persepsi dan cara pandang yang positif tentang pelestarian budaya tersebut
2.     Pelestarian Budaya Maccera’ Tappareng dalam kehidupaan masyarakat Tancung yang tegas, efektif
3.     Dalam menekan dan mengekang keinginan masyarakat untuk melakukan tindakan perusakan air dapat
ditekan dan memberikan pengaruh positif bagi  kelestarian dan ketersedian sumber daya air di Desa Tancung.

DAFTAR PUSTAKA
Hamid, H. Abu. 2006. Kebudayaan Bugis. Makassar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan.
Latif, Halilintar. 2005. Kepercayaan Asli Bugis di Sulawesi Selatan. Disertasi. Makassar
PPLH, TIM. 2008. Kalender Lingkungan Hidup. Jakarta Timur: Rizky Grafis.
Suhardi. 2011. Manajemen Sumber Daya Air. Makassar
Sundjaya. 2008. Dinamika Kebudayaan. Jakarta Timur: Nobe.
Karina, Nadya. “Kebudayaan Suku Bugis”.
                http://nadyakarina18.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 18 Maret 2014)

Yusuf. “

http://danau-tempe.blogspot.com/2010/01/maccera-tappareng.html (diakses pada tanggal 18 Maret 2014).

maccera tappareng ritual menghormati mahluk penghuni danau tempe”.

                http://southcelebes.wordpress.com/2008/08/12/maccera-tappareng-ritual-menghormati-mahluk-penghuni-danau-tempe/ (diakses pada tanggal 19 Maret 2014).